'

Menggugat Tradisi Lebaran; "Minal Aidin wal faizin"


Saat takbir lebaran mulai bersahut-sahutan, nurani orang-orang beriman pasti sangat terenyuh. Bahagia campur sedih, katanya. Bahagia menyambut hari kemenangan, dan sedih ditinggalkan bulan suci Ramadan.

Dalam linier sosial-budaya, di hari raya semua hati menjadi lembut dan terbuka. Saling memaafkan antara satu dengan yang lain, bahkan mampu melunturkan 'warisan permusuhan' dari para leluhurnya. Bahkan, lebaran menjadi satu-satunya momen untuk bermaaf-maafan bagi mereka yang tidak mau saling memaafkan kecuali pada hari mulia ini. Walaupun sudah sering diejek, “minta maaf kok nunggu lebaran!”, kenyataannya yang seperti ini masih ada. Eits, tapi bukan perihal ini yang akan saya bahas. Melainkan, salah satu keunikan tradisi bermaaf-maafan saat hari raya idul fitri.

Sudah maklum, cara orang merayakan hari bahagia ini berbeda-beda antar daerah, sesuai kultur dan budayanya. Ada yang sekeluarga berkunjung ke tetangga-saudaranya, ada yang turun ke jalan untuk bertemu dan salam-salaman dengan banyak orang sekaligus, ada pula yang hanya mencukupkan salaman di masjid seusai shalat id.

Di tenggah kebahagiaan itu, ada saja yang usil dengan menyalahkan praktik saling memaafkan yang berkembang di masyarakat. Tentang apa itu? Tentang redaksi yang kita ucapkan ketika meminta maaf dan jawaban kita kepada peminta maaf. Mungkin ini tidak terjadi di semua daerah, tetapi fenomena ini ada.

"Minal Aidin Wal Faizin" sebuah kalimat yang paling identik dengan lebaran. Biasanya, ketika ada dua pihak --atau lebih-- akan memenggal kalimat tersebut untuk meminta maaf. "Minal Aidin", ucap orang yang memulai minta maaf. "Wal Faizin" timpal pihak kedua.

Mereka mengartikan "Minal Aidin" dengan "Mohon maaf lahir dan batin". Sedangkan "Wal Faizin" dimaknai "Iya, sama-sama ya". Mungkin salah satu hal yang mendasari terbentuknya makna itu adalah posisi kalimat tersebut yang selalu diikuti dengan kalimat "Mohon Maaf Lahir dan Batin". Sehingga dianggap sebagai suatu kaliamat arab, dan diikuti dengan artinya. Pada kejadian yang lain dengan kasus ‘salah kaprah’ yang sama, sebagian orang mencukupkan ucapan lebaran dengan “Minal aidin wal faizin, yaa”

Sebenarnya kalimat tersebut bukan ungkapan untuk saling memaafkan, melainkan doa yang dipotong. Teks komplitnya begini "Ja'alanallahu wa iyyakum minal aidin wal faizin" dengan arti; semoga Allah menjadikan kita termasuk hamba-Nya yang kembali ke jalan-Nya dan hamba-Nya yang beruntung (di dunia dan akhirat).

Karena kekuatan masyarakat, akhirnya bisa menciptakan adat yang merubah sepotong kalimat tersebut berubah makna. Walau demikian, ada yang lebih penting dari sekedar menggugat tradisi baik dengan cara yang kurang bijaksana. Tulisan ini tidak membenarkan, tapi juga tidak menyalahkan tradisi "Minal Aidin" yang jadi "Mohon Maaf", namun hanya mengambil jalan tengah.

Memang sejatinya Kalimat tersebut adalah doa, bukan ungkapan maaf. Penjelasan tersebut harus disampaikan dengan bijak dan penuh kehati-hatian. Supaya masyarakat tidak kaget. Tidak dengan merasa hebat kemudian mencemooh masyarakat awam dengan sewenang-wenang.

Coba dipandang dari sisi lain, kandungan makna misalnya. Terlepas dari kekeliruan itu, masyarakat mengungkapkan makna maaf dengan ketulusan hati, walaupun dengan ungkapan yang kurang pas. Namun kata itu menjadi tidak penting, jika maksud dan tujuannya sudah berubah menjadi 'kesepakatan' atau adat yang berkembang, selama itu baik.

Mudahnya begini, anggap saja itu perpindahan penggunaan dari makna bahasa kepada makna urf (kebiasaan). Atau dengan tafsiran umum, memasukkan arti memaafkan kedalam cakupan makna "aidin" (orang-orang yang kembali ke jalan-Nya). Sebab, dengan memafkan, setidaknya kita masuk dalam koridor syariat dan akhlak yang mulia, sehingga bisa dikategorikan sebagai hamba yang kembali.

Jadi, yang masih menggunakan kata "Minal Aidin" sebagai ungkapan minta maaf, dan "Wal Faizin" sebagai jawabannya, itu tidak masalah. Apabila ingin melengkapi atau bahkan mengganti dengan kalimat yang lebih pas secara bahasa, itu lebih bagus. Kemudian, diiringi dengan doa mulia itu.

Dengan demikian, kita akan tetap dan selalu menebar senyum dimana pun dan kapan pun, khususnya di hari kemenangan ini. Saya mengucapkan: 
كل عام وأنتم طيبون، جعلنا الله وإياكم من العائدين والفائزين 
Selamat Hari Raya Idul Fitri 1441 Hijriah. Semoga Amal Ibadah Kita Diterima Oleh Allah Ta'ala, dan Minal Aidin Wal Faizin, Mohon Maaf Lahir dan Batin.
LihatTutupKomentar