Berdoa merupakan hal yang bernilai ibadah. Allah sendiri yang memerintahkan kepada hamba-Nya untuk senantiasa berdoa hanya kepada-Nya. Dia memberikan jaminan bagi hambanya yang mau berdoa, berupa mengabulkan apa yang hambanya minta dengan jalan terbaik yang dikehendaki oleh-Nya.
Dalam praktiknya, berdoa secara syariat terikat dengan adab-adab yang disunahkan untuk dilakukan, baik bersifat lahir maupun batin. Salah satu adab ketika berdoa adalah menengadahkan kedua telapak tangan ke arah langit atau atas.
Rasa penasaran manusia terkadang timbul dalam perkara ini. sebenarnya, apa alasan yang melatarbelakanginya? Bahkan sebagian muslim menjadikan tengadah saat berdoa ini sebagai dalil atas keberadaan Allah di langit.
Atas merupakan salah satu dari enam arah (atas, bawah, kanan, kiri, depan, dan belakang). Setiap arah identik dengan arti khusus. Seperti arah kanan yang identik untuk menujukkan hal-hal baik, dan arah kiri untuk hal-hal buruk. Walaupun arti-arti tersebut tidak bersifat mutlak, tetapi ini sudah menjadi kebiasaan manusia.
Baca Juga: Dimana Sebenarnya Allah Itu?
Baca Juga: Dimana Sebenarnya Allah Itu?
Seperti halnya dengan kanan, arah atas identik dengan ketinggian dan keluhuran pangkat atau derajat. Bagi manusiam sesuatu yang paling pas –baik secara rasa maupun indera- untuk menunjukkan ketinggian dan keluhuran adalah langit.
Allah jadikan langit sebagai kiblat berdoa, sebagaimana Allah jadikan ka’bah sebagai kiblat sembahyang.
Manusia berdoa kepada Tuhan. Meminta segala yang diperlukan dan diinginkan kepada-Nya. Allah adalah zat yang maha tinggi dan luhur. Kedudukan dan kekuasaannya di atas segalanya. Representasi yang paling tepat untuk keluhuran adalah langit. Fitrah manusia pun ketika membicarakan sesuatu tentang keagungan dan keluhuran Tuhan, sering kali mengisyaratkan dengan acungan jari telunjuk ke arah atas. Ini menunjukkan bahwa Tuhan menjadikan arah atas untuk menunjukkan keluhuran pangkat-Nya, bukan tempat kediaman-Nya.
Pembahasan serupa telah disinggung oleh Imam Nawawi dalam kitabnya “Syarah Sahih Muslim” saat menjelaskan hadis hamba sahaya wanita yang ditanya oleh Nabi “Dimana Allah?”. Kemudian wanita itu menjawab “Di langit” atau mengacungkan jari telunjuknya ke atas sebagai isyarat ke langit. Maka Nabi menegaskan keislamannya dan menyuruh tuannya untuk memerdekakannya.
Makna Allah di langit bukan berarti menunjukkan tempat singgah atau persemayaman Tuhan. Melainkan arah atas identik dengan makna ketinggian dan keluhuran. Sebagaimana Alah menjadikan ka’bah sebagai kiblat shalat, bukan berarti Allah –yang disembah- berada di dalam ka’bah. Begitu pula dengan berdoa. Allah menjadikan langit sebagai kiblatnya, bukan berarti Allah berada di sana. Walahu a’lam bissawab.